BAB I AQIDAH DAN TAUHID
A. pengertian tauhid
Aqidah –tauhid adalah ilmu yang meneliti dan memeriksa kepercayaan seseorang yang berkenaan dengan ketuhanan, kerasulan dan sam’iyah dengan dalil-dalil yaqiniyah yang nakliyah dan ‘aqliyah yang mamppu menghilangkan keraguan yang ada dalam hati seorang manusia.
Aqidah dan tauhid adalah suatu ilmu yang mendedahkan kebatilan, keraguan dan pendustaan orang-orang musyrikin terhadap orang-orang yang beriman yang mempercayai Allah, rasul-rasul, kitab-kitab Allah, hari akhirat, qadha dan qadar yang tersebut dalam hadist rasulullah SAW
Ilmu tauhid merupakan satu disiplin ilmu yang sangat penting untuk diketahui dan dipelajari oleh setiap mukallaf karena menyangkut dengan iqtiqad dan keyakinan, sehingga ilmu tauhid sering ditamsilkan oleh ulama seumpama tanah tempat tumbuhnya berbagai jenis tanaman yang merupakan sebuah tamsilan untuk ilmu fiqh dan tasauf sering ditamsilkan dengan pagar yang menjaga tanaman dari binatang –binatang yang akan memakannya.
Sungguh jadi sia-sia dan tidak berguna ibadah dan keelokan tingkah laku seseorang apabila tauhidnya belum mantap, sebagaimana sia-sia berbagai jenis tanaman yang sudah kita siapkan tanpa ada tanah tempat kita menanamnya.
B. hukum mempelajari dan objek pembahasan ilmu tauhid
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ain untuk setiap orang yang mukallaf sampai dia mengetahui semua yang menyangkut tentang Allah dengan dalil-dalil yang terperinci.
Objek pembahasan ilmu usuluddin adalah zat Allah SWT yang berupa hal-hal yang wajib pada Allah, hal-hal yang mustahil dan hal-hal yang harus padanya, demikian pula yang menyangkut dengan rasulullah SAW, yang menyangkkut dengan sesuatu yang mumkin, dan sam’iyah
HAL-HAL YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH SEORANG MUKALLAF
A. Ma’rifat Allah
Ma’rifah adalah meyakini sesuatu yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan mempunyai dalil. Jadi ma’rifah Allah adalah meyakini tentang sifat-sifat yang wajib bagi, yang mustahil, dan yang jaiz bagi Allah SWT dengan disertai dalil.
Dalil terbagi kepada dua:
1. Dalil tafsili (terperinci)
dalil tafsili adalah mengetahui dalil sesuatu secara terperinci, seperti megetahui dalil wujudnya Allah SWT adalah terdapatnya alam ini dan juga mengetahui dari sisi mana kita boleh menjadikan wujud alam ini sebagai dallil wujudnya Allah SWT, dari segi imkannya atau wujudnya alam dari asalnya tidak ada.
2. Dalil ijmali (global)
Dalil ijmali adalah mengetahui dalil dari sesuatu secara global tidak secara detail dan terperinci, misalnya dalil tentang adanya Allah SWT adalah adanya alam ini, tetapi dia tidak bisa memberikan alasan mengapa alam ini bisa menjadi dalil tentang adanya Allah SWT.
Para ulama tauhid berbeda pendapat tentang dalil yang wajib diketahui oleh seorang mukallaf, namun menurut pendapat yang kuat adalah dalil ijmali.
B. Hukum taklid dalam masalah tauhid
Taklid adalah mengitu pendapat orang lain tentang sesuatu masalah tanpa dapat memberikan dalil, baik dalil tafsili maupun dalil ijmimali.
Tentang memadai atau tidaknya taklid dalam masalah tauhit, para ulama berbeda pendapat ;
1. Menurut ibnu arabi dan imam sanusi berpendapat tidak memadanya taklid untuk keimanan seseorang dan orang yang melakukan taklid dianggap kafir
2. Menurut pendapat kebanyakan ulama ahli sunnah boleh melakukakan taklid, akan tetapi orang yang melakukan taklid tersebut berdausa,karena dia tidak mempergunakan akalnya untuk mempelajari tentang dalil-dalil ketuhanan.
Hukum Taklid dalam masalah tauhid berbeda dengan hukum taklid dalam masalah fiqh. Dalam masalah fiqh semua ulama sepakat tentang bolehnya taklid, bahkan seseorang wajid mentaklid salah satu mazhab yang diakui selama dia belum sampai tingkatan mujtahid.
C. sifat-sifat yang wajib bagi allah swt
Sebelum kita membahas tentang sifat yang wajib bagi Allah terlebih dahulu kita pelajari tentang pembagian hukum.
Hukum terbagi 4:
1. Hukum adat
Hukum adat adalah hukum yang diputuskan berdasarkan adat dan kebiasaan yang berulang-ulang dan kadang-kadang menyalahi kebiasaan.
Hukum adat terbagi kepada 4
• Hubungan antara ada dan ada, seperti ada kita makan maka kita kenyang.
• Hubungan antara tiada dan ada, seperti tiada makan maka ada lapar
• Hubungan antara tiada dan tiada, seperti tidak makan maka tidak kenyang.
• Hubungan antara ada dan tiada, seperti ada kita makan maka tidak lapar.
2. Hukum syar’i
Hukum syar’i adalah perintah Allah yang menyangkut dengan perbuatan mukallaf.
Hukum syar’i terbagi :
• Wajib, yaitu perbuatan yang akan diberikan pahala apabila dikerjakan dan mendapat siksa jika ditinggalkan.
• Sunnat, yaitu perbuatan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak disiksa apabila ditinggalkan.
• Haram, yaitu perbuatan yang diberi pahala apabila ditinggalkan dan disiksa apabia dikerjakan.
• Makruh, yaitu perbuatan yang diberi pahala apabila ditinggalkan dan tidak berdosa apabila dikerjakan.
• Mubah, yaitu perbuatan yang tidak diberi pahala dan tidak disiksa apabila dikerjakan maupun ditinggalkan.
3. Hukum ‘Akli
Hukum yang diputuskan berdasarkan akal dan logika
Hukum ‘akli terbagi kepada :
• Wajib, yaitu sesuatu yang tidak diterima oleh pikiran yang sehat seandainya sesuatu tersebut tidak ada
• Mustahil, yaitu sesuatu yang tidak diterima oleh pikiran yang sehat seandainya hal itu terjadi.
• Harus, sesuatu yang diterima oleh pikiran untuk terjadi dan tidak terjadi
Wajib dalam masalah tauhid adalah wajib secara hukum ‘akli. Jadi yang dimamksud dengan sifat yang wajib bagi Allah adalah semua sifat yang tidak diterima oleh pikiran yang sehat seandainya sesuatu tersebut tidak ada pada Allah SWT.
Sifatr-sifat yang wajib bagi Allah SWT 20 :
1. Wujud
Wujud maknanya Allah SWT itu ada. Dalilnya adalah adanya alam ini, karena alam beserta seluruh isinya sebagai sesuatu yang berubah-ubah tak mungkin tercipta dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan, dan yang menciptakannya adalah Allah SWT.
Ulama tauhid berbeda pendapat tentang apakah wujud merupakan satu sifat bagi Allah SWT, imam ‘Asy’ari berpendaptat bahwa wujud bukanlah suatu sifat tetapi dia adalah diri zat Allah sedangkan imam Maturidi berpendapat bahwa wujud merupakan sebuah sifat yang melekat dengan zat Allah SWT.
2. Qidam
Qidam maknanya Allah SWT selalu ada, berbeda dengan manusia dimana manusia sebelum dia lahir kedunia terdapat suatu dimana manusia tersebut pada saat itu tidak ada, misalnya seseorang yang lahir pada tahun 1980 tentunya pada tahun 1979 dia itu belum ada.
3. Baqa
Baqa maknanya kekal selama-lamanya. Tidak mungkin zat Allah SWT akan binasa pada suatu saat seperti manusia yang akan mati.
4. Mukhalafatuhu lilhawadist
Maknanya Allah berbeda dengan segala mahkluk pada segala aspek, baik dari segi zat, sifat dan perbuatan Allah SWT. Tidak mungkin Allah SWT menyerrupai makhluk pada salah satu dari tiga hal tersebut karena seandainya ditakdirkan Allah SWT menyerupai makhluk pada sesuatu yang bahru maka Allah akan berhajat kepada zat yang lain dan ini sungguh tidak masuk akal.
5. Qiyamuhu Binafsihi
Maknanya Allah SWT tidak membutuhkan kepada zat yang lain selain dirinya. Seandainya Allah membutuhkan zat yang lain untuk mewujudkan maksudnya sungguh Allah SWT merupakan zat yang lemah yang menyerupai makhluk, dan ini sungguh mustahil.
6. Wahdaniyah
Maknanya Allah SWT esa (tunggal) baik pada zatnya, sifatnya maupun perbuatannya. Seandainya Allah SWT banyak sungguh Allah akan berserikat dalam menciptakan sesuatu, misalnya tuhan A menciptakan bumi dan tuhan B menciptakan langit nisaya sungguah lemahlah Allah, karena tuhan A tidak sanggup menciptakan langit dan tuhan B tidak sanggup menciptakan bumi. Atau pun mereka akan berebut untuk menciptakan sesuatu sehingga alam ini tidak pernah akan ada dan ini sungguh mustahil karena alam sudah ada dihadapan kita.
7. Qudrah
Maknanya Allah itu quasa menciptakan sesuatu mumkinat tanpa membutuhkan bantuan dari siapapun.
8. Iradah
Maknanya berkehendak, Allah bisa melakukan sesuatu sesuai kehendaknya tanpa ada yang memaksakan, karena seandainya tuhan menciptakan sesuatu bukan karena kehendaknya sungguh Allah itu suatu zat yang lemah yang bisa dipaksa oleh orang lain.
9. Ilmu
Maknanya mengetahui, Allah mengetahui segala sesuatu tanpa ada batasan dan tanpa terlebih dahulu tidak mengetahui.
10. Hayyah
Maknanya hidup, Allah mer
upakan suatu zat yang hidup yang tak pernah mati.
11. Sama’k
Maknanya mendengar, Allah merupakan zat yang mendengar tanpa ada batasan jarak.Allah bisa mendengar suara yang begitu kecil sekalipun walau dengan jarak yang begitu jauh.
12. Basar
Maknanya melihat, Allah bisa melihat segala sesuatu walaupun terhalangi, baik benda itu ada dibelakang, disamping atau didepan.
13. Kalam
Maknanya berbicara, Allah berbicara namun dengan tanpa ada huruf dan suara. Karena seandainya Allah berbicara dengan huruf dan suara maka kalam Allah akan ada permulaan dan akhir, semua ini mustahil karena kalam Allah bersifat Qidam.
14. Kaadirun
Maknanya Allah itu yang maha kuasa
15. Muriidun
Maknanya Allah yang berkehendak
16. ‘Alimun
Maknanya Allah Yang mengetahui
17. Hayyun
Maknanya Allah yang hidup
18. Samiun
Maknanya Allah Yang mendengar
19. Basirun
Maknanya yang maha melihat
20. Mutakallimun
Maknanya yang berbicara.
D. sifat- sifat yang mustahil bagi Allah SWT
1) ‘adam (tiada), mustahil Allah SWT tiada karena seandainya Allah itu tiada sungguh tidak mungkin alam beserta isinya ini akan ada.
2) Hudus ( yang wujud kemudian), maksudnya Allah SWT ada setelah melewati suatu masa yang dimana pada masa itu Allah belum ada. Dan ini sungguh tidak diterima oleh pikirran yang waras, karena seandainya Allah itu didahului oleh tiada, maka Allah membutuhkan zat yang lain untuk menciptakannya.
3) Fana (binasa), maksudnya Allah pada suatu masa akan binasa seperti makhluk, dan ini sungguh musstahil.
4) Mumasilatuhu lilhawadist ( berrsamaan Allah dengan segala makhluk) dan ini sungguh mustahi, karena sesuatu yang boleh terjadi pada suatu zat, maka sesuatu tersebut boleh juga terjadi pada zat yang lain yang sama dengan zat tersebut.
5) Ihtaju ilal mahalli aw muhdisi (berhajad kepada sifat atau zat yang lain). Ini sungguh mustahil karena akan mengindikasikan bahwa Allah merupakan zat yang lemah karena membutuhkan zat yang lain.
6) Ta’addudu ( banyak), Mustahil Allah berjumlah lebih dari satu karena Allah akan berselisih dalam menciptakan sesuatu atau akan membagi tugas untuk menciptakan sesuatu.
7) ‘Ajzu (lemah), mustahil Allah lemah karena zat yang lemah tidak mungkin akan sanggup menciptakan sesuatu, tetapi kita sudah melihat kenyataanya bahwa Allah SWT mampu menciptkan Alam dan isinya yang begitu luar biasa.
8) Ikrahu (pemaksaan) tidak mungkin Allah dipaksa oleh zat yang lain, karena Allah merupkan zat yang maha kuasa.
9) Jahlu (bodoh) mustahil allah bodoh seandaniya kita merenungi ciptaan Allah yang maha luar biasa.
10) Mawtu (mati) akal dan logika kita tidak mungkin percaya jika Allah SWT akan mati, karena tentu kita akan berpikir siapa yang akan mengurus alam ini berserta seluruh isinya.
11) Shammamu (tuli) mustahil secara logika kita jika Allah zat yang maha sempurna bersifat dengan sifat tuli.
12) Al-‘amaa ( buta)
13) Bukmu (bisu)
14) Al-‘aajiz (yang lemah)
15) Al-mukrah (yang dipaksakan)
16) Al-jaahilu (yang bodoh)
17) Al-mautu(Yang mati)
18) As-shammamu (yang tuli)
19) Al-‘amaa (yang buta)
20) Al-bukmu (yang bisu)
SIFAT YANG WAJIB BAGI ALLAH TERBAGI 4:
1. Nafsi
Wujud
2. Salbi
Qidam
Baqa
mukhalafatuhu lilhawadist
Qiyamhu binafsihi
Wahdaniyah
3. Ma’ani
Qudrah
Iradah
Ilmu
Hayyah
Sama’
Bashar
Kalam
4. Maknawiyah
Qaadirun
Muridun
Aalimun
Hayyun
Shaamiun
Baasirun
Mutakallimun
E. Sifat yang harus bagi Allah
Sifat yang harus bagi Allah adalah boleh mengerjakan dan meninggalkan sesuatu yang mungkin.
F. Makrifatul Rasul
Rasul merupakan sejumlah manusia yang diturunkan wahyu oleh Allah dan disuruh sampaikan kepada ummatnya, sedangkan nabi, merupakan sejumlah manusia yang diturunkan wahyu oleh Allah untuk dirinya semata tanpa disuruh sampaikan kepada ummat.
Jumlah nabi seluruhnya adalah 124,000 orang, yang menjadi rasul 313 orang, yang disebutkan dalam Al-qur’an sebanyak 25 orang yang wajib kita ketahui.
A. Sifat-sifat yang wajib bagi rasul
1) Shiddiq (jujur)
Setiap rasul harus bersifat dengan sifat jujur karena mereka adalah utusan Allah SWT yang membawa syariat yang mulia.
2) Amanah (kepercayaan)
Rasul selalu menjaga amanah dan terpelihara dari pada terjerumus kedalam perbuatan haram dan makruh
3) Tabligh (menyampaikan)
Semua rasul selalu menyampaikan apa saja yang diperintahkan oleh Allah untuk ummatnya walaupun teguran untuk mereka dari Allah SWT.
4) Fathanah ( cerdas)
Salah satu sifat yang wajib pada rasul adalah cerdas, karena tidak mungkin orang yang bodoh akan sanggup menghadapi ummat yang begitu jahat dan licik.
B. sifat-sifat yang mustahil bagi rasul
1) Al-kizbu ( dusta)
Mustahil diterima oleh akal kita seandainya rasul itu pendusta, karena mereka merupakan orang-orang pilihan Allah SWT
2) Khianat
Khianat tidak mungkin ada pada rasul, karena itu adalah sebuah sifat yang sangat tercela.
3) Al-kitman (menyembunyikan)
Wajib kita yakini bahwa rasul itu tidak pernah sekalipun menyembunyikan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan walaupun hanya sedikit.
4) Baladah (bodoh)
Rasul adalah pemimpin ummat, jadi mustahil orang yang sanggup mengatur dan memimpin ummat adalah orang yang bodoh, karena yang memilih mereka untuk jadi pemimpin adalah Allah SWT, zat yang paling mengetahui.
C. Sifat yang harus pada rasul
Sifat yang harus pada rasul adalah bersikap dan berprilaku seperti manusia biasa yang tidak membawaki kepada kekurangan martabat dan kemuliaanya, seperti makan, minum, beristri dan punya anak.
BAB II ILMU FIQH
A.pengertian fiqh
Menurut bahasa fiqh adalah memahami sesuatu, sedangkan menurut istilah, fiqh adalah suatu cabang ilmu yang mempeajari tentang bagaimana memahami hukum-hukum syar’i secara terkhusus dan terperinci yang jalannya melalui proses ijtihad. Sedangkan makna ijtihad sendiri adalah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki berdasarkan syarat-syarat tertentu, dan orang yang sanggup melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.
Hukum mempelajari ilmu fiqh tentang masalah yang berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut dengan sah ibadat yang akan dikerjakan adalah wajib, misalnya seseorang akan menunaikan zakat maka mempelajari tentang zakat adalah wajib hukumnya.
Dalam masalah fiqh, seseorang yang belum sampai kepada tingkatan mujtahid wajib mengikuti ( taklid) dengan salah satu dari empat mazhab yang ajarannya telah dibukukan ( mudawwan), yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafiee, dan Hambali. Seorang mukallid juga tidak dibenarkan mengikuti lebih dari satu mazhab dalam suatu masalah, seperti berwuduk dengan mazhab hanafi dan sembahyang dengan metode imam Syafie.
B. dalil-dalil hukum fiqh
Dalam masalah fiqh menurut mazhab Syafie dikenal empat macam dalil yang bisa dijadikan sumber hukum, yaitu :
1. Al-Qura’n
Al-qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada baginda nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril.
2. Hadist
Hadist adalah semua perkataan, perbuatan dan pengakuan nabi
3. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan ulama suatu masa tentang suatu masalah tertentu
4. Qias
Qias adalah menetapkan hukum suatu masalah yang belum ada keputusan hukumnya dengan membandingkan kepada masalah yang sudah ada dalil dan keputusan hukum karena ada persamaan ilat antara keduanya.
SHALAT
I. Pendahuluan
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat.
Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat - shalat sunah.
Untuk membatasi bahasan penulisan dalam permasalahan ini, maka penulis hanya membahas tentang shalat wajib kaitannya dengan kehidupan sehari - hari.
I. Pengertian Shalat
Secara etimologi shalat berarti do'a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat - syarat yang telah ditentukan
Adapun secara hakikinya ialah "berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya" atau "mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua - duanya"
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara' (Imam Bashari Assayuthi, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan denga perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara". Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
II. Sejarah Dan Dalil Tentang Kewajiban Shalat
a. Sejarah Tentang Diwajibkan Shalat
Perintah tentang diwajibkannya mendirikan shalat tidak seperti Allah mewajibkan zakat dan lainnya. Perintah mendirikan shalat yaitu melalui suatu proses yang luar biasa yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW yaitu melalui Isra dan Mi'raj, dimana proses ini tidak dapat dipahami hanya secara akal melainkan harus secara keimanan sehingga dalam sejarah digambarkan setelahnya Nabi melaksanakan Isra dan Mi'raj, umat Islam ketika itu terbagi tiga golongan yaitu, yang secara terang - terangan menolak kebenarannya itu, yang setengah -tengahnya dan yang yakin sekali kebenarannya.
Dilihat dari prosesnya yang luar biasa maka shalat merupakan kewajiban yang utama, yaitu mengerjakan shalat dapat menentukan amal - amal yang lainnya, dan mendirikan sholat berarti mendirikan agama dan banyak lagi yang lainnya
b. Dalil - Dalil Tentang Kewajiban Shalat
Al-Baqarah, 43
ّ •
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang - orang yang ruku
Al-Baqarah 110
ّ • •
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apa - apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan dapat pahalanya pada sisi Allah sesungguhnya Allah maha melihat apa - apa yang kamu kerjakan
Al -Ankabut : 45
ّ ….
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji dan munkar.
An-Nuur: 56
ّ •
Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya kalian semua diberi rahmat
Dari dalil - dalil Al-Qur'an di atas tidak ada kata -kata perintah shalat dengan perkataan "laksanakanlah" tetapi semuanya dengan perkataan "dirikanlah".
Dari unsur kata - kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat.
III. Syarat-syarat wajib shalat
a. Islam
Makanya tidak wajib sembahyang kepada orang kafir yang asli dan dia tidak wajib mengqadanya apabila telah masuk Islam, berbeda dengan orang murtad apabila kembali masuk islam dia harus mengqadanya.
b. Baligh
Maksud dengan baligh adalah sampai batasan taklif (pemberatan hukum)
Tanda-tanda baligh untuk laki-laki
Sampai umur 15 tahun
Bermimpi
Tanda-tanda baligh untuk perempuan
Haidh
Sampai umur
Bermimpi
c. Berakal
IV. syarat-syarat sebelum masuk sembahyang
1. Suci anggota badan dari hadas dan najis
2. Menutup (warna ) aurat
3. Berdiri diatas tempat yang suci
4. Mengetahui tetang masuk waktu
5. Menghadap kiblat
V. Rukun-rukun shalat
Pengertian rukun berbeda dengan syarat. Rukun merupakan hal-hal yang dibutuhkan untuk sahnya suatu ibadah dan hal-hal tersebut merupakan bagian dari ibadah tersebut, sedangkan syarat adalah hal-hal yang dibutuhkan untuk sahnya suatu ibadah, akan tetapi dia bukan bagian dari diri ibadah tersebut seperi wuduk merupakan suatu syarat untuk sah shalat. Rukun –rukun sembahyang adalah:
1. Niat
Niat adalah qasad dengan hati yang menyertai perbuatan. Niat untuk shalat harus dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram, dalam niat harus dikassadkan melakukan shalat, mengqasadkan fardu untuk membedakan dengan sunat dan harus mentakyinkan waktu untuk membedakan dengan shalat fardu yang lain.
2. Takbiratul Ihram
Takbiratul ihram adalah lafadh takbir untuk memulai masuk dalam shalat dan mengharamkan sesuatu yang sebelumnya halal dilakukan seperti makan,minum, bergerak dan sebagainya.
3. Berdiri betul
Berdiri tegak dengan menghadap kiblat dan tidak melakukan gerakan-gerakan yang membatalkan shalat.
4. Membaca fatihah
Membaca fatihah wajib dilakukan pada tiap-tiap raka’at kecuali orang yang masbuk. basmallah merupakan satu ayat dari fatihah menurut mazhab syafiee
5. Ruk’uk
Ruk’uk adalah membungkukkan badan sekurang-kurangnya kedua telapak tangannya bisa menyentuh kedua lutut, disunatkan untuk mensejajarkan antara punggung dan leher.
6. ‘iktidal
I’tidal adalah berdiri sebentar setelah melakukan ruk’uk
7. Sujud
Sujud dilakukan dua kali dalam setiap raka’at dan disyaratkan agar menekan kepalanya ketempat sujud sehingga seandainya seseorang sujud diatas kapas maka bekasan kepalanya akan namapak pada kapas tersebut.
8. Duduk antara dua sujud
Pada tahyad akhir disunatkan untuk duduk iftirasy
9. Duduk tahyad akhir
Disunatkan untuk duduk tawarruk
10. Membaca tahyad akhir
11. Shalawat
12. Salam yang pertama
Sedangkan salam yang kedua hukumnya sunat
13. Tertib
Tertib adalah mengerjakan rukun-rukun diatas berdasarkan susunanya.
14 Tumakninah
Tumakninah adalah berhenti sejenak setelah malakukan rukun fi’li sebelum melanjutkan kerukun yang lain, sekurang-kurangnya kadar waktu membaca satu tasbih.
VI. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT
1. Niat berhenti melakukan shalat
2. Melakukan perbuatan yang banyak
3. Berbicara melebihi 2 huruf
4. Menambah rukun fi’li
5. Mengitikadkan shalat fardu akan sunat
6. Datang najis dan hadas
7. Terbuka aurat
8. Meninggalkan rukun secara sengaja
9. Ragu-ragu pada niat
PUASA
I. Pengertian Puasa
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi puasa, terlebih dahulu kita akan
mempelajari pengertian puasa menurut bahasa dan menurut istilah
Menurut Bahasa Arab, puasa adalah shaun atau shiyam, artinya sikap pasif menahan diri, dari makan dan minum serta segala yang membatalkan ibadah tersebut, sejak terbit fajar sampai tenggelamnya matahari, dengan disertai niat ibadah karena Allah SWT.
II. SEJARAH PENSYARIATAN PUASA
Puasa Ramadhan difardhukan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijrah. Sebelum itu puasa telah dikenalii oleh umat-umat sebelumnya dan juga Ahli Kitab yang hidup sezaman dengan RasuluLlah s.a.w.. Firman Allah Taala::
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan ke atas orang-orang yang terdahulu daripada kamu, supaya kamu bertaqwa".(al-Baqarah, ayat 183)
Walaubagaimanapun kewajipan puasa Ramadhan tidak pernah disyariatkan sebelum itu. Persamaan yang wujud diantara umat ini dengan umat-umat terdahulu ialah puasa disyariatkan. Tetapi kefardhuan puasa Ramadhan dikhususkan hanya kepada umat Nabi Muhammad s.a.w.
B. PEMBAGIAN PUASA
1. Puasa waajib
2. Puasa sunnah
1.1 Puasa Wajib
I. Syarat-syarat puasa wajib
Puasa hanya diwajibkan kepada orang-orang yang telah memenuhi
beberapa pernyaratan. Adapun syarat wajib puasa sebagai berikut :
a) Beragama Islam
b) Sudah baliqh (cukup umur)
c) Berakal sehat (tidak gila atau mabuk)
d) Suci dari haid dan nifas bagi perempuan
e) Sanggup berpuasa
II. Rukun Puasa
Rukun puasa ada 2 yaitu :
a. Berniat, yakni menjaga puasa karena allah SWT. Niat tersebut dilakukan
a. pada malam hari sebelum puasa.
b. Manahan diri dari segala suatu yang membatalkan puasa, sejak terbit
c. hingga terbenamnya matahari.
III. Hal-hal yang membatalkan puasa
Ada pula yang dapat membatalkan puasa antara lain sebagai berikut :
a. Makan dan minum yang dilakukan dengan sengaja
b. Bersetubuh atau berhubungan kelamin
c. Keluar mani dengan sengaja
d. Muntah dengan sengaja
e. Hilang akal (gila, mabuk)
f. Keluar haid dan nifas (khusus bagi wanita)
g. Membatalakan niat untuk berpusa.
IV. Macam-macam puasa
a. Puasa ramadhan yaitu puasa yang wajib dekerjakan pada bulan ramadhan
a. selama satu tahun penuh
b. Puasa Qadha yaitu puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dalam
c. bulan Ramadhan, disebabkan seperti safar, sakit, haid, atau dengan sebab
d. yang lain.
b. Puasa kafarat yaitu puasa yang wajib dikerjakan untuk menutupi sesuatu
e. keteledoran yang telah dilakukan
c. Puasa nazar yaitu puasa yang telah dijanjikan karena menginginkan
f. sesuatau nikmat atau harapan tertentu.
Allah SWT memberikan ancaman bagi orang yang tidak melakukan ramadhan
bagi siapa yang wajib melakukannya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"siapa yang berbuka (tidak melakukan puasa) satu hari di bulan ramadhan
V. Waktu-waktu yang diharamkan berpuasa
1. Dua hari raya, yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
2. Tiga hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12 da 1 Dzulhijjah
Selain waktu-waktu yang diharamkan diatas, orang islam juga dilarang (makruh)
berpuasa pada hari Jum’at
VI. Orang-orang yang diperbolehkan berbuka puasa
Adapun orang-orang yang diperbolehkan berbuka puasa sebagai berikut
a. Orang-orang dalam perjalanan atau musyafir
b. Orang tua yang sudah lemah
c. Wanita hamil atau menyusui
d. Para pekerja berat
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT
•
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
VIII. HIKMAH, RAHSIA DAN FAEDAH PUASA
Puasa Ramadhan adalah ibadah yang difardhukan Allah Taala. Maksud ibadah ialah seseorang muslim melaksanakannya sebagai memenuhi titah perintah Allah Taala dan menunaikan hak perhambaan kepada Allah Taala tanpa melihat apa-apa natijah yang mungkin dihasilkan daripada ibadah puasa itu. Sekiranya seorang muslim telah melakukan perkara tersebut, maka selepas itu tidak ada halangan baginya untuk mencari hikmah dan rahsia ketuhanan yang tersembunyi disebalik sesuatu ibadah seperti puasa dan sebagainya.
Suatu perkara yang tidak diragukan lagi ialah hukum-hukum Allah Taala semuanya mempunyai hikmat, rahsia dan faedah untuk hamba-hambaNya. Tetapi tidak disyariatkan hamba itu untuk mengetahui perkara tersebut.
Tidak diragukan juga bahawa puasa mempunyai hikmah dan faedah yang cukup banyak yang kadang-kadang sebahagiannya diketahui oleh hamba, tetapi masih banyak lagi hikmat yang tidak diketahuinya.
Diantara hikmat dan faedah puasa yang mungkin diketahui oleh seseorang Islam ialah:
a. Menyedarkan hati seorang mukmin terhadap muraqabah Allah Azzawajalla. Ini disebabkan apabila orang yang berpuasa menghabiskan sebahagian waktu siangnya dengan berlapar, jiwanya inginkan makanan dan minuman. Tetapi kesedarannya tentang ibadah puasa yang sedang dilakukannya menghalang dirinya memenuhi kehendak jiwanya dalam rangka mematuhi perintah Allah Taala. Daripada pertentangan jiwa ini akan lahirlah kesedaran hati dan suburlah perasaan muraqabah Allah Taala serta berterusanlah ingatannya terhadap rububiyah dan keagungan kekuasaan Allah. Begitu juga dia akan sentiasa sedar bahawa dia adalah hamba yang sentiasa tunduk kepada hukum Allah dan mematuhi kehendakNya.
b. Ramadhan adalah bulan suci dibandingkan dengan semua bulan yang lain. Allah Azzawajalla menghendaki hambaNya supaya memenuhkannya dengan ketaatan dan mendekatkan diri kepadaNya. Juga mengisinya dengan setinggi-tinggi makna perhambaan kepada Allah Azzawajalla. Alangkah sukarnya untuk merealisasikan perkara itu apabila berhadapan dengan hidangan makanan, berada dimajlis minum, selepas perut diisi penuh dan setelah naiknya hawa makanan ke dalam pemikiran dan otak. Jadi pensyariatan puasa pada bulan ini adalah jalan yang paling mudah untuk memenuhi hak Allah Taala dan melaksana kewajipan perhambaan kepadaNya.
c. Sesungguhnya kehidupan seseorang muslim yang sentiasa barada dalam keadaan kenyang pasti akan memenuhkan jiwanya dengan sifat-sifat yang keras dan menuburkan faktor-faktor pelampauan. Kedua perkara ini bertentangan dengan keadaan sebenar seseorang muslim. Jadi pensyariatan puasa akan membersihkan jiwanya dan menghaluskan perasaannya.
d. Diantara prinsip terpenting tertegaknya masyarakat Islam ialah saling kasih mengasihi dan sayang menyayangi sesama umat Islam. Amat sukar bagi si kaya untuk mengasihi si miskin dengan kasih sayang sebenar tanpa dia merasai kesakitan dan kepayahan kemiskinan juga kepahitan kelaparan dan penderitaan. Bulan Ramadhan adalah sebaik-baik pengalaman yang akan diperolehi si kaya mengenai perasaan si fakir. Ini menjadikannya hidup bersama si fakir di alam kepedihan dan dihalang daripada memiliki makanan. Dari sinilah puasa adalah sebaik-baik perkara yang akan menimbulkan faktor-faktor kasih sayang, rahmat dan kesian di dalam jiwa si kaya.
BAB III AKHLAK DAN TASAWUF
A. pengertian tasawuf
Istilah "tasawuf"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal dari shafa yang berarti kesucian.
Menurut pendapat lain kata itu berasal dari kata kerja bahasa Arab safwe yang berarti orang-orang yang terpilih. Makna ini sering dikutip dalam literatur sufi. Sebagian berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci.
Sebagian lainnya lagi berpendapat bahwa kata itu berasal dari shuffa, ini serambi rendah terbuat dari tanah liat dan sedikit nyembul di atas tanah di luar Mesjid Nabi di Madinah, tempat orang-orang miskin berhati baik yang mengikuti beliau sering duduk-duduk. Ada pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang me- nunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang mempedulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah sederhana yang terbuat dari bulu domba sepanjang tahun.
Apa pun asalnya, istilah tasawuf berarti orang-orang yang tertarik kepada pengetahuan batin, orang-orang yang tertarik untuk menemukan suatu jalan atau praktik ke arah kesadaran dan pencerahan batin.
Penting diperhatikan bahwa istilah ini hampir tak pernah digunakan pada dua abad pertama Hijriah. Banyak pengritik sufi, atau musuh-musuh mereka, mengingatkan kita bahwa istilah tersebut tak pernah terdengar di masa hidup Nabi Muhammad saw, atau orang sesudah beliau, atau yang hidup setelah mereka.
Namun, di abad kedua dan ketiga setelah kedatangan Islam (622), ada sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi, atau menggunakan istilah serupa lainnya yang berhubungan dengan tasawuf, yang berarti bahwa mereka mengikuti jalan penyucian diri, penyucian "hati", dan pembenahan kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai maqam (kedudukan) orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat Dia, dengan mengetahui bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia melihat mereka. Inilah makna istilah tasawuf sepanjang zaman dalam konteks Islam.
Saya kutipkan di bawah ini beberapa definisi dari syekh besar sufi:
Imam Junaid dari Baghdad (m.910) mendefinisikan tasawuf sebagai "mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah". Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m.1258), syekh sufi besar dari Arika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai "praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan". Syekh Ahmad Zorruq (m.1494) dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut:
Ilmu yang dengannya Anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan pengetahuan Anda tentang jalan Islam,khususnya fiqih dan pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal Anda dan menjaganya dalam batas-batas syariat Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata.
Ia menambahkan, "Fondasi tasawuf ialah pengetahuan tentang tauhid, dan setelah itu Anda memerlukan manisnya keyakinan dan kepastian; apabila tidak demikian maka Anda tidak akan dapat mengadakan penyembuhan 'hati'."
Menurut Syekh Ibn Ajiba (m.1809):
Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya Anda belajar bagaimana berperilaku supaya berada dalam kehadiran Tuhan yang Maha ada melalui penyucian batin dan mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu, tengahnva adalah amal. dan akhirnva adalah karunia Ilahi. Syekh as-Suyuthi berkata, "Sufi adalah orang yang bersiteguh dalam kesucian kepada Allah, dan berakhlak baik kepada makhluk".
Dari banyak ucapan yang tercatat dan tulisan tentang tasawuf seperti ini, dapatlah disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian "hati" dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Penciptanya. Jadi, sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah untuk menyucikan "hati"-nya dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan ciptaan-Nya dengan melangkah pada jalan yang benar, sebagaimana dicontohkan dengan sebaik-baiknya oleh Nabi Muhammad saw.
Dalam konteks Islam tradisional tasawuf berdasarkan pada kebaikan budi ( adab) yang akhirnya mengantarkan kepada kebaikan dan kesadaran universal. Ke baikan dimulai dari adab lahiriah, dan kaum sufi yang benar akan mempraktikkan pembersihan lahiriah serta tetap berada dalam batas-batas yang diizinkan Allah, la mulai dengan mengikuti hukum Islam, yakni dengan menegakkan hukum dan ketentuan-ketentuan Islam yang tepat, yang merupakan jalan ketaatan kepada Allah. Jadi, tasawuf dimulai dengan mendapatkan pe ngetahuan tentang amal-amal lahiriah untuk membangun, mengembangkan, dan menghidupkan keadaan batin yang sudah sadar.
Adalah keliru mengira bahwa seorang sufi dapat mencapai buah-buah tasawuf, yakni cahaya batin, kepastian dan pengetahuan tentang Allah (ma'rifah) tanpa memelihara kulit pelindung lahiriah yang berdasarkan pada ketaatan terhadap tuntutan hukum syariat. Perilaku lahiriah yang benar ini-perilaku--fisik--didasarkan pada doa dan pelaksanaan salat serta semua amal ibadah ritual yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw untuk mencapai kewaspadaan "hati", bersama suasana hati dan keadaan yang menyertainya. Kemudian orang dapat maj upada tangga penyucian dari niat rendahnya menuju cita-cita yang lebih tinggi, dari kesadaran akan ketamakan dan kebanggaan menuju kepuasan yang rendah hati (tawadu') dan mulia. Pekerjaan batin harus diteruskan da1am situasi lahiriah yang terisi dan terpelihara baik.
SIFAT-SIFAT TERPUJI DAN TERCELA DALAM KEHIDUPAN
I.Sifat-sifat terpuji
a. Jujur
jujur adalah mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Jujur merupakan salah satu sifat yang wajib bagi rasul, kita sebagai ummatnya yang dituntut untuk selalu mecontoh dan mentauladani rasul sudah sepantasnya untuk selalu bersikap jujur.
Nabi Muhammad SAW sangat mengecam orang yang tidak jujur, beliau berkata dalam hadisnya “ orang yang dusta dia bukan bagian dari ummatku”
Sebab-sebab jujur
1. Akal, karena dengan akal seseorang dapat berpikir tentang dampak yang akan ditimbulkan oleh kebohongannya terhadap seseorang, dia sadar akan manfaat jujur dan bahayanya berbohong.
2. Agama, apabila agama seseorang kuat dia akan selalu bersikap jujur karena dia tau hukuman Allah terhadap orang yang bohong.
3. Wibawa, orang yang menjaga wibawanya tidak pernah akan mau berbohong, karena dia tidak akan rela wibawa dan harga dirinya jatuh hanya karena sekali berbohong.
b. Amanah
amanah adalah menjaga segala hak-hak Allah SWT dan hak-hak manusia selaku hamba. Dengan sifat amanah seseorang akan memelihara agama, menjaga sikap dan tingkah lakunya juga akan menjaga hartanya.
Menjaga hak-hak Allah adalah dengan mengerjakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Sedangkan menunaikan hak-hak manusia seperti mengembalikan barang titipan, tidak mengurangi timbangan dan sukatan serta tidak membuka rahasia dan aib orang lain.
c. Al-hilmu (kasih sayang )
al-hilmu adalah meninggalkan menyakiti orang-orang yang dibenci, walaupun dia sanggup melalkukannya. Al-hilmu merupakan sifat yang terpuji yang dengan nya orang mulia dalam pandangan masyarakat dan terhindar dalam permusuhan.
d.pemurah
pemurah adalah memberikan harta benda kepada orang lain yang tanpa diminta dan tidak berhak. Pemurah merupakan sifat yang bagus dan perkara yang terpuji karena ada keterikatan hati antar sesama manusia.
e. Tawadu’
tawadu’ adalah sikap merendahkan diri tanpa merasa terhina, maksud dari tawadu’ adalah memberikan semua orang hak mereka masing-masing, maka tidak mengangkat derajat orang yang rendah ketempat yang tinggi, dan tidak menurunkan derajat orang yang mulia ketempat yang rendah.
II. Sifat-sifat tercela
a. Iri
Iri artinya sifat dan sikap seseorang yangtidak senang terhadap orang lain yang yang memperoleh kenikmatan. Iri dapat pula menjelma menjadi dengki, jika selain tidak senang, ia mengharapkan agar kenikmatan yang diperoleh orang lain itu pindah ke tangannya atau hilang dari tangan orang lain. Dengan demikian orang yang iri dan dengki tidak senang(suka) orang lain mendapat kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan. Ia selalu berpikir mengapa semua itu tidak jatuh ke padanya. Sifat dan sikap demikian itu dalam Islam disebut dengan Hasad. Yaitu salah satu penyakt rohani yang tidak saja merugikan orang lain tetapi juga berbahaya bagi diri sendiri
. Apabila seseorang menginginkan seperti apa yang diperoleh orang lain tanpa mengharapkan nikmat itu hilang dari orang lain, maka hal demikian dibolehkan dalam agama karena tidak merugikan orang lain.
Orang yang terkena penyakit hasad hatinya selalu panas jika melihat orang lain mendapat kenikmatan, seperti tidak senang jika ada orang lian yang naik jabatan atau mendapat keuntungan dalam perdagangan dan lain sebagainya. Akibatnya ia membenci orang tersebut, bahkan tidak segan -segan untuk mencelakakan orang tersebut dan menghasut orang lain agar benci pula kepadanya. Amal kebikannya akan tertutup oleh sifat buruknya itu, bahkan dalam kehidupannya akan tersingkir dari pergulan.
Imam Al-ghazali menjelaskan dalam kitabnya Minhajul Abidin, orang yang melakukan hasud akan menyababkan lima perkara :
1. Merusak taat
Apabila orang sering melakukan hasud orang tersebut akan merusak amal ibadahnya sendiri sebagaimana sabda rasulullah SAW
اَلْحَسَدُ يَأكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ الْنَارُ الْحَطَبَ
“Hasud memakan amalan kebaikan seperti api memakan kayu bakar”
2. Melakukan perbuatan maksiat
Orang akan melakukan segala cara untuk menghilangkan nikmat yang ada pada orang lain walaupun perbuatan itu adalah perbuatan dosa yang dilarang agama, maka hasud adalah salah satu penyebab terbesar terjadinya kemaksiatan.
3. Gundah dan gelisah tanpa ada manfaat sama sekali
Orang yang hasud akan selalu gundah hatinya melihat nikmat yang ada pada orang lain dan dia akan selalu berusaha mengorbankan waktu dan tenaga agar nikmat tersebut hilang dari orang lain, bahkan kadang sampai membuat dia lupa kepada hak dan kewajibannya kepada Allah SWT dan kewajiban kepada keluarganya.
4. Buta mata hati
Ini merupakan dampak yang paling besar dari hasud dimana seseorang akan tertutup hatinya dari perbuatan-perbuatan yang baik, dia akan sukar memahami hikmah-hikmah Allah, sukar memahami ilmu agama. Sufyan suri pernah berkata” jangan engkau jadi orang yang hasud, maka engkau akan cepat memahami”
5. Terhalang maksud dan tidak akan mendapat pertolongan Allah SWT
b. Sombong
Sombong ialah sifat dan sikap merasa diri lebih (super) dari orang lain. Seperti merasa lebih pandai, lebih tinggi jabatannya lebih banyak hartanya dan lainnya. Akibatnya orang yang sombong suka meremehkan orang lain. Sifat demikian akan menimbulkan berbagai macam sifat yang lain yang lebih buruk seperti iri, dengki dan bahkan menghasut dan memfitnah orang lain. Orang yang sombong biasanya tidak menerima saran dan kritik dari orang lain dan juga nasihat orang lain sekalipun hal tersebut bermanfaat bagi dirinya.
Sombong akan menyebabkan tiga bahaya :
1. Terhalang dari kebenaran dan buta hati dari makrifah Allah.
Nabi bersabda “ sombong dapat menghalangi kebenaran dan merendahkan sesama manusia”
2. Mendapat murka Allah SWT
Allah tidak suka kepada orang-orang yang takabur karena Cuma Allah SWT yang pantas untuk takabur karena dia zat yang maha kuasa yang memilik segala-galanya. Nabi musa AS pernah bertanya kepada Allah SWT “ Ya Allah siapa diantara hambamu yang paling engkau benci?
Allah menjawab “ orang yang takabur hatinya, tersalah lisannya, terpejam matanya, pelit tangannya dan buruk akhlaknya”
3. Hina dan mendapat siksa didunia dan diakhirat
4. Neraka dan azab Allah SWT
c. Tamak
Tamak adalah Sikap dan sifat untuk mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya tanpa memandang apakah mendapatkannya dengan jalan yang benar (yang diridhoi Allah ) atau tidak. Karena itu orang yang tamak selalu merasa kurang dan tidak pernah puas terhadap harta yang dimilikinya. Orang yang tamak hidupnya tidak tenang dan selalu gelisah karena merasa selalu kurang terhdap harta yang dimilikinya. Orang yang tamak adalah budaknya harta kekayaan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an
• ••
" Dan sesungguhnya kamu akan mendapati mereka manusia yang paling laba kepada kehidupan (dunia), bahkan (lebih laba lagi) dari orang-orang musyrik.Masing masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur yang panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkan dari siksa. Dan Allah Maha Mengatahui apa yang mereka erjakan" (Al baqoroh 96)
d.Ghibah
ghibah adalah mengatakan untuk orang lain sesuatu yang dibencinya walau dihadapan orang tersebut, jadi keliru pendapat orang yang mengatakan kalau ghibah apabila mengatakan untuk orang lain dibelakangnya.
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ghibah adalah bara api yang dapat membakar segala taat, dikatakan seseorang yang melakukan ghibah bagaikan orang yang memegang busur kemudian melempar amal kebaikannya kesegala arah.
e.Namimah (fitnah)
Namimah adalah membawa perbuatan seseorang, atau kelakuan seseorang kepada orang lain dengan cara menjelek-jelekkannya. Namimah sungguh sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kebencian, dendam bahkan kadang dapat menyebabkan pembunuhan
ADAB-ADAB DALAM KEHIDUPAN
I.Adab Murid Terhadap Guru
Meyakini bahwa kelebihan guru lebih besar dibandingkan dengan kelebihan kedua orang tua, karena kedua orang tua Cuma menjaganya didunia, sedangkan gurunya menjaganya didunia dan akhirat.
Merendahkan diri didepan orang guru
Duduk didepannya dengan penuh adab dan mendengarkan penjelasannya dengan teliti.
Tidak bercanda dengan guru.
Tidak memuji guru yang lain dihadapannya.
Jangan malu bertanya kepada guru tentang apa yang tidak ia mengerti.
II. Adab pelajar terhadap orang tua
Duduk dihadapan kedua orang tua dengan penuh rasa hormat
Jangan membantah perintahnya
Jangan berkata kasar dihadapannya
Berdo’a untuk keduanya agar mendapat rahmat dan pengampunan
III. Adab pelajar terhadap kawan
Memuliakan kawan dan tidak menghina mereka
Jangan bersikap sombong
Jangan mengejek kawan yang lambat memahami pelajaran
Jangan gembira apabila teman dimarahi oleh guru, karena bisa menyebabkan kemarahan dan kebencian.
BAB IV SEJARAH ISLAM
A. ISLAM SESUDAH WAFATNYA RASULULLAH SAW
Bani Ummayyah
Nama Bani Umayyah dalam bahasa Arab berarti anak keturunan Umayyah, yaitu Umayyah bin Abdul Syams. Ia adalah salah satu pemimpin dalam kabilah suku Quraisy. Abdul Syams adalah saudara dari Hasyim, sama-sama keturunan Abdul Manaf. Dari Bani Hasyim inilah lahir Nabi Muhammad SAW.
Di masa sebelum Islam, Bani Umayyah selalu bersaing dengan Bani Hasyim. Pada waktu itu, Bani Umayyah lebih berperan dalam masyarakat Mekkah. Hal ini disebabkan, mereka menguasai pemerintahan dan perdagangan yang banyak bergantung kepada pengunjung Kakbah. Dipihak lain, Bani Umayyah adalah orang-orang yang sederhana.
Dengan berkembangnya agama Islam, Bani Umayyah merasa bahwa kekuasaannya terancam. Oleh sebab itu, mereka menjadi penentang utama dalam perjuangan Nabi Muhammad SAW, misalnya Abu Sufyan bin Harb. Ia adalah salah satu anggota Bani Umayyah yang beberapa kali menjadi pemimpin suku Quraisy Mekkah dalam peperangan melawan Nabi Muhammad SAW.
Setelah Islam menjadi kuat dan mampu merebut Mekkah, Abu Syufyan dan pihaknya menyerah. Peristiwa itu dinamakan Fathu Makkah dan terjadi pada tahun 8 Hijriah. Akhirnya, Abu Sufyan bin Harb dan anaknya Mu'awiyah bin Abu Sufyan memeluk Islam. Peristiwa ini menjadi awal berperannya Bani Umayyah dalam sejarah Islam.
MU'AWIYAH BIN ABU SUFYAN
Mu'awiyah bin Abu Sufyan adalah putra dari Abu Sufyan bin Harb, seorang tokoh berpengaruh dari Bani Umayyah. Ia masuk Islam bersama ayahnya pada saat terjadi Fathu Makkah. Pada masa Nabi Muhammad SAW, ia menjadi salah satu periwayat hadist yang baik. Pada masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, Mu'awiyah bin Abu Sufyan memimpin tentara Islam dalam Perang Riddah untuk menumpas golongan kaum murtad.
Peran Mu'awiyah bin Abu Sufyan bertambah besar pada masa Khalifah Usman bin Affan. Pada waktu itu, Mu'awiyah bin Abu Sufyan menjabat gubernur di Damaskus (Suriah). Peristiwa terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan menyebabkan perpecahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan dengan Ali bin Abi Talib dalam menangani kasus terbunuhnya Usman bin Affan
BERDIRINYA KEKAHALIFAHAN BANI UMAYYAH
Perselisihan antara Ali bin Talib dengan Mu'awiyah bin Abu Sufyan akhirnya pecah menjadi Perang Siffin. Perang tersebut diakhiri Peristiwa tahkim yang menyebabkan munculnya kelompok al-Khawarij, yaitu kelompok di pihak Ali bin Abi Talib yang tidak menerima hasil tahkim. Perselisihan tersebut berakhir dengan terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Talib oleh Ibnu Muljam dari kelompok al-Khawarij.
Sepeninggal Ali bin Abi Talib, pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, Hasan bin Ali. Akan tetapi, pemerintahan Hasan bin Ali hanya bertahan beberapa bulan saja. Posisinya yang semakin lemah, keinginannya untuk mrnyatukan seluruh umat Islam, membuat ia menyerahkan pemerintahan kepada Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Hasan bin Ali tidak menginginkan peperangan berkepanjangan yang meminta banyak korban jiwa di kalangan umat Islam.
Peristiwa penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu'awiyah bin Abu Sufyan itu terkenal dengan sebutan amul jama'ah atau tahun penyatuan. Peristiwa itu terjadi pada tahun 41 H atau 661 M. Sejak saat itu, secara resmi pemerintahan Islam dipegang ole Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Madinah ke Damaskus (Suriah).
MASA PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH
Bani Umayyah memegang kekuasaan Islam selama sembilan puluh tahun dengan pusat pemerintahan di Damaskus. Selama kurun waktu tersebut pemerintahan di pegang oleh empat belas orang khalifah. Khalifah-khalifah itu adalah sebagai berikut:
Mu'awiyah bin Abu Sufyan (Mu'awiyah I) -(661M-680M)
Yazid bin Mu'awiyah (Yazid I) - (680M-683M)
Mu'awiyah bin Yazid (Mu'awiyah II) - (683M-684M)
Marwan bin Hakam (Marwan I) - (684M-685M)
Abdul Malik bin Marwan -(685M-705M)
Al-Walid bin Abdul Malik (Al-Walid I) - (705M-715M)
Sulaiman bin Abdul Malik -(715M-717M)
Umar bin Abdul Aziz (Umar II) - (717M-720M)
Yazid bin Abdul Malik (Yazid II) - (720M-724M)
Hisyam bin Abdul Malik -(724M-743M)
Walid bin Yazid (Al-Walid III) - (743M-744M)
Yazid bin Walid (Yazid III) -(744M)
Ibrahim bin Walid - (744M)
Marwan bin Muhammad (Marwan II) - (744M-750M)
BANI ABBASIAH
Latar Belakang Berdirinya Abbasiyah (750-847 M - 132-232 H)
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan oleh Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd al-Rahman al-Dakhil bergelar amir (jabatan kepala wilayah ketika itu); sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh muawiyah terhadap Ali Ibn Abi Thalib.
Dari segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad. Abu al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Bani Abbas. Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu ja'far al-Manshur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti Bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja'far al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Abu ja'far al-Manshur sebagai pendiri muawiyah setelah Abu Abbas al-Saffah, digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas, ditangannyalah Abbasiyah mempunyai pengaruh yang kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah disegani oleh kekuasaan Byzantium.
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan dinasti Umayah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan pola politik itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
1. Periode Pertama (132H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode Kedua (232H/847 M - 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447H/1055 M - 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani sejak dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5. Periode Kelima (590H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Kemajuan Dinasti Bani Abbas
Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan kehancuran. Akan tetapi durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda karena bergantung pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang bersangkutan.
Pada masa pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa bidang, diantaranya bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial. Pada masing-masing bidang memiliki kelebihan dan kekurangan.
MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i.
Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah.
SEJARAH PERPECAHAN UMAT ISLAM
Saat Rasulullah wafat, umat Islam hidup dalam ikatan persaudaraan dan persatuan yang kuat, penuh kesucian dan kemulian.
Namun sumber fitnah pertama setelah wafatnya Rasulullah adalah penentuan pemimpin sebagai penerus kepemimpinan Rasulullah. Perselisihan pertama yang terjadi antara kaum Muhajirin dengan Anshar, tapi karena mantafnya pemahaman Islam yang telah melekat dalam hati muslim pada saat itu, serta jauh dari ambisi pribadi para sahabat, maka mereka dapat menghilangkan perselisihan tersebut.
Disamping itu antara Muhajirin dan Anshar saling memuliakan dan menghargai satu dengan yang lainnya. Saad bin Ubadah pemimpin kaum Anshar mengatakan "Kamilah (anshar) sebagai menteri, dan kalian (Muhajirin) sebagai pemimpin".
Dengan perkataan Saad, padamlah api perselisihan yang nyaris menyala. Perselisihan tentang masalah besar itu dapat dengan mudahnya diatasi dengan adanya kerelaan kaum Anshar untuk mengakui kepemimpinan Muhajirin.
Di dalam Muhajirin sendiri sebenarnya terdapat perbedaan dalam penentuan bai'at kepemimpinan tersebut. Umar bin Khaththab segera menuju Abu Ubaidah sambil mengatakan "Bukalah tanganmu, aku akan membai'atmu, Engakaulah orang yang paling dipercaya diantara umat Muhammad, seperti ucapan Rasulullah di hadapan orang banyak".
Namun Abu Ubaidah menolak dengan tegas dan mengatakan dengan penuh kesungguhan, keimanan dan ketulusan, "Engkau akan membai'at aku, sedang di antara kita ada seorang Ash Shiddiq (Abu Bakar), orang yang berdua bersama Rasul di dalam gua ?".
Lalu Umar merasakan kebenaran dari ucapan Abu Ubaidah, maka segera ia menghampiri Abu Bakar dan berkata, "BUkalah tanganmu, aku akan membai'atmu, engakau jauh lebih utama dari diriku".
Abu Bakar pun tidak segera memenuhi permintaan Umar dan menjawab berulang-ulang,"Engakau lebih kuat dari aku".
Umar pun menukas, "Seluruh kekuatan yang ada padaku adalah bagi keutamaan yang ada pada dirimu". Akhirnya terjadilah bai'at Umar kepada Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah pertama kemudian diikuti oleh Muhajirin dan Anshar.
Diantara para sahabat hanya Ali yang terlambat membai'at karena pada waktu itu masih sibuk mengurus Fatimah, Istrinya yang dirundung kesedihan karena ditinggal ayahnya. Ali membai'at Abu Bakar dengan keikhlasan dan kepercayaan.
Sebelum Abu Bakar wafat, kaum muslimin telah mengambil kata sepakat untuk memilih Umar bin Khaththab sebagai pengganti Abu Bakar. Pada saat bai'at Umar sebagai khalifah kedua tidak ada seorang pun sahabat yang datang terlambat, bahkan Ali termasuk orang pertama yang membai'at Umar.
Begitulah awal-awal kepergian Rasulullah berbagai masalah yang timbul dapat diselesaikan dengan baik dan kehidupan umat Islam berjalan dengan penuh ketenangan dan ketentraman.
Pada masa kepemimpinan Utsman ibnu Affan, barulah fitnah dan perpecahan mulai merebak, bahkan mengakibatkan terbunuhnya khalifah ketiga itu.
Sepeninggalnya Utsman ibnu Affan, sebagian kaum muslimin membai'at Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat. Tewasnya Utsman dan dipilihnya khalifah baru bukan akhir dari masalah. Sisa-sisa kefanatikan terhadap kabilah, serta ambisi untuk menduduki kepemimpinan mulai naik ke permukaan.
Sejumlah golongan atau kelompok lahir, masing-masing kelompok menunjuk pemimpinnya. Salah satu kelompok itu adalah kelompok yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan yang menempatkan diri sebagai oposan Ali.
Pendukung utama Khalifah Ali pun menggalang diri, dari sinilah berawal kelahiran dua Syi'ah (pengikut) dalam tubuh umat Islam, pengikut Muawiyah dan pengikut atau pendukung Ali dan anak cucunya, yang kemudian lebih dikenal dengan kelompok Syi'ah.
Syi'ah pada awalnya adalah satu aliran politik, demikian juga hal dengan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Muawiyah. Perbedaan politik antara Ali dengan Muawiyah berlangsung terus dan diperuncing oleh pengikut masing-masing, hingga suatu ketika diadakan tahkim (perundingan).
Umat Islam yang sudah terpecah menjadi dua itu harus terpecah lagi menjadi tiga dikarenakan ketidak setujuan diadakan perundingan tersebut. Kelompok ketiga ini dikenal dengan sebutan kelompok Khawarij.
Berdasarkan sejarah di atas, latar belakang lahirnya firqah-firqah dalam tubuh Islam, pada awalnya adalah perbedaan kepentingan dan paham politik bukan perbedaan paham dalam masalah diniyah, dengan kata lain, perbedaan itu bukan berpangkal dari perbedaan masalah aqidah, tetapi perbedaan pandangan dalam menentukan kepemimpinan atau dalam proses pemilihan khalifah.
Selanjutnya setiap firqah terpecah menjadi beberapa firqah baru. Seperti firqah Syi'ah terpecah menjadi beberapa firqah, ada Zaidiyyah, Ismailiyyah, Itsna Asyariyyah, Al Kisaniyyah, Al Mukhtariyah, Karbiyyah, Hasyimiyyah, Al Mashuriyyah, Al Khitabiyyah dan banyak lagi.
Sebagian dari firqah itu bersikap berlebih-lebihan dan telah menyimpang jauh dari ajaran tauhid yang murni, mereka menuhankan Ali bin Abi Thalib, disamping masih ada pula perpecahan yang tetap memegang teguh keyakinan atau aqidah yang lurus dan pemikiran yang jernih.
Begitu juga Syi'ah Khawarij terpecah menjadi beberapa firqah, diantaranya, Az Zariqah, Ash Shafriyyah, Al Ibadhiyyah, Al Ajaridah dan Ast Tsa'aliban. Firqah- friqah itu masih terbagi lagi dalam beberapa firqah.
Firqah-firqah tersebut masih diwarnai perbedaan pandangan politik yang bertittik tolak pada perbedaan pendapat tentang masalah hukum.
Seiring dengan berjalannya waktu bertambah pula firqah-firqah baru dalam Islam seperti Mutazillah, Asy'ariyyah dan sebagainya, yang satu dengan yang lainnya saling bermusuhan dan saling membenci.
Di antara kelompok-kelompok itu agaknya Ahlus Sunnah adalah yang paling mendekati pemahaman aqidah Islam yang benar, tidak dilandasi sikap fanatik ataupun taqlid buta.